Bengong juga melihat fenomena dosen yang demikian menjadi panutan di dalam kelas ternyata sungguh-sungguh bagian dari agen pemecah bangsa. Nama beliau demikian harum di kalangan pegiat komunikasi politik dan pandangan beliau sungguh kritis, awalnya saya selalu berpikir demikian kompleks bahwa sang dosen adalah tokoh yang disewa oleh oposisi untuk melakukan kampanye cuci otak agar membela kubu sebelah. Apa daya, ternyata itu hanyalah khayalan saya saja. Memang di kelas beliau secara terang-terangan mencibir kami yang dulu memihak dalam pemilihan DKI 1 lalu RI 1. Selama perkuliahan debat seru tentang kelebihan paslon membuat saya tergelitik, bagaimana bisa seorang dosen begitu memihak bahkan mengabaikan portfolio seorang negarawan yang belang karena intoleransi?
Bagaikan ahli filsafat yang mengkritisi kinerja pemerintah, saya merasa kagum akan kehebatan beliau dalam menggali kelemahan sistem negara sekarang dan keahlian diplomatik RI 1. Segala hal dikupas dalam sisi negatif sehingga saya merasa adanya cacat logika karena subjektivitas. Tetapi apalah saya, hanya silent reader setaraf sarjana strata satu sementara beliau adalah master komunikasi persuasif. Mungkin ini salah satu guna mata kuliah yang dulu begitu menyebalkan untuk saya dimana kami dipacu untuk berpikir kreatif dan kritis. Saya terlalu heboh menggali dari segi out of the box sampai lupa akan faktor logika yang membuat saya beberapa kali berdebat dengan dosen creative and critical thinking tersebut. Menurut saya benar, tetapi saya diberi label “sesat logika” oleh sang dosen. Sekarang saya baru memahami bahwa ketajaman dalam mengupas sesuatu tanpa logika dan perasaan, rasanya saya bisa disebut sebagai orang yang jago ngeles saja. Berulang kali saya berpikir, andaikan saja pesan yang disampaikan oleh dosen praktisi tersebut menyampaikan fallacies disampaikan dengan lebih halus, bukankah semua mentee dan mahasiswa/i beliau bisa dicuci otak menjadi agen perusak kesatuan bangsa dengan membawa-bawa isu agama dan ras? Jika keberpihakan beliau tidak terlalu kentara dengan menjelek-jelekkan salah satu pihak, bukankah akan lebih berbahaya lagi bagi muridnya? Sebagian dari diri saya bersyukur beliau adalah seorang dosen, bukan guru TK yang bertanggung jawab akan karakter masa depan bangsa. Mahasiswa-mahasiswi sudah lebih berpikiran terbuka sehingga mampu menyaring informasi mana yang logis dan mana yang memuat kepentingan. Saya hanya mendoakan agar beliau selalu sehat dan bahagia lahir batin agar nyinyirnya bisa dikurang-kurangin lah :) #sekalisekali -R
1 Comment
|
Archives
October 2017
Categories |